Memaafkan Untuk Meringankan
- Holinessa
- Jun 13, 2023
- 3 min read
Membaca judul dari tulisan ini, mungkin tidaklah mudah untuk dilakukan. Aku tahu itu. Berapa banyak dari kita semua yang pernah merasa dibohongi? Merasa tersakiti? Merasa dimanfaatkan? Merasa tidak berharga? Dan lain sebagainya yang membuat kita merasa sakit, kecewa, menangis, dan berujung dengan benci?
Berapa banyak cerita yang kalian dengar mengenai kecewa, sakit hati, dan berujung benci yang membawa pada tindakan yang tidak dibenarkan seperti, tindak pidana kekerasan, pembunuhan, ancaman, penyebaran data privasi, dan ada juga yang menggunakan hal mistis seperti santet dan guna-guna?
Oke, mungkin apa yang aku sampaikan di atas terlalu berlebihan, tetapi mungkin kita pernah mengumpat dalam hati untuk melihat mereka menderita atas apa yang mereka lakukan. Menurutku, karma pasti akan berlaku dan hidup akan terus memberikan kita pelajaran, namun satu kesadaranku bahwasannya, perasaan yang negatif atas seseorang menjadi beban untuk dibawa terus menerus di dalam kehidupan.
Kenapa begitu? Adanya rasa ketidaktenangan dan mempertanyakan keadilan terkait dengan apa yang terjadi. Sebagai contoh, seseorang telah disakiti oleh orang lain karena ternyata ia ditipu lalu hanya dimanfaatkan saja kebaikannya, maka seseorang yang tersakiti akan merasa tidak puas dengan setiap kejadian buruk yang menimpa orang yang menyakitinya dan akan menjadi bayang-bayang untuk melihat seseorang yang melakukan tindakan yang tidak baik mengalami hal yang serupa dengannya atau bahkan lebih parah.
Kesadaranku untuk memaafkan berangkat dari pertama, “Seorang yang melakukan tindakan yang tidak baik, melukai orang lain dan/ataupun jahat dengan orang lain berarti mereka memiliki masalah dan mereka juga melakukan tindakan yang tidak baik, melukai, dan jahat dengan dirinya sendiri.” Mungkin terdengar sangat mudah, tetapi percayalah mereka mengalami dan berjuang dengan diri mereka sendiri juga melawan hal yang tidak baik yang mereka lakukan.
Kesadaran selanjutnya, “hidup tidak adil” ya memang hidup tidak adil. Terkadang kita mendapatkan apa yang kita inginkan dan terkadang kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Terkadang kita dimanfaatkan dan terkadang kita memanfaatkan. Terkadang kita menyelamatkan dan terkadang kita diselamatkan. Tidak ada yang pasti dan siklus berulang terus-menerus. Kedua, tidak ada definisi yang pasti terkait dengan adil. “Memberikan pada porsinya?” Apahkah adil? Dahulu, aku sempat menulis jurnal hukum terkait dengan ratio decidendi putusan Mahkamah Agung terkait dengan penghapusan Justice Collaborator berdasarkan putusan hak uji materil No. P/28/HUM/2021 ditinjau dari teori keadilan dari Jown Rawls. Melihat melalui teori keadilan dari John Rawls saja, masih ada tiga prinsip terkait dengan keadilan itu sendiri dan tergantung dengan pembaca, mau melihat dari prinsip yang mana. Prinsip pertama itu mengatakan bahwa keadilan itu tidak memandang status, semua sama, diupayakan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Prinsip kedua, dilihat dari perbedaan, dan prinsip yang terakhir setelah adanya perbedaan di antara keduanya, maka dilihat dari yang paling dirugikan untuk diberi keuntungan.
Dan kesadaran yang terakhir adalah ketenangan. Semakin dewasa, satu hal terpenting ternyata yang diinginkan adalah ketenangan. Ketenangan yang dimaksud adalah ketenangan pikiran, ketenangan hidup dan ketenangan jiwa. Ketenangan tentunya tidak mudah untuk dimiliki. Memaafkan mendapatkan ketenangan tanpa harus kita memiliki banyak pertanyaan dengan diri kita sendiri atas apa yang terjadi. Tidak menyalahkan setiap langkah dan keputusan yang kita ambil.
Membahas mengenai memaafkan tentunya sudah aku lakukan ketika aku menyampaikan pesan kepada temanku, bahwa aku memaafkannya berarti aku memaafkan diriku sendiri atas setiap kesalahan, kesalah pahaman, tindakan yang kurang baik yang dilakukan baik aku atau temanku tersebut. Bukan untuknya saja, tetapi yang terpenting adalah untuk diriku sendiri melepaskan segala perasaan negatif, dan mencoba berdamai serta memaafkan.
Tidak sedikit sebenarnya, orang-orang pemaaf. Jika kalian pernah dengar pak Abdul Munim Sombat Jitmoud yang memaafkan pelaku pembunuh anaknya di ruang persidangan. Bapak lima orang anak itu tidak menyampaikan bahwa beliau tidak marah kepada pelaku pembunuh anaknya, melainkan marah dengan iblis yang telah salah membimbing pelaku pembunuh anaknya. Pak Abdul memberikan contoh untuk berlapang dada dan memaafkan seseorang yang telah melakukan kesalahan yang tidak dapat dibenarkan.
Selain itu, Rhiannon Baker, korban dari penculikan dan pelecehan seksual yang pada akhirnya memutuskan untuk memaafkan pelaku, mencoba untuk memanusiakan pelaku namun tidak membenarkan tindakan yang dilakukannya. Jadi, jika kalian sedang merasa kecewa, sedih, tidak suka dan bahkan benci coba untuk mengambil waktu, menyadari perasaan negatif tersebut dan memilih apa yang akan kalian gunakan dengan perasaan negatif tersebut. Memaafkan tentunya tidaklah mudah, sebagai manusia pasti akan teringat kembali dengan kejadian yang buruk atau yang tidak menyenangkan yang pernah dialaminya. Namun, memaafkan memang membutuhkan waktu yang cukup panjang dan tergantung bagaimana seseorang.
Menutup tulisan ini, teruntuk Cena dan sepupunya, terima kasih. Semoga akan segera lekas pulih dari masa-masa sulit yang sedang dihadapi, waktu terus berlalu dan terbuang sia-sia terlarut di dalam kesedihan berkepanjangan untuk seseorang yang tidak baik dengan dirinya sendiri. Percayalah, suatu hal lebih baik menunggu untuk menghampiri dan/atau dihampiri.
Comments