Berhenti Sejenak Dan Bersyukur
- Holinessa
- Sep 27, 2021
- 4 min read

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat"
-Q.S. Ibrahim, ayat 7
Sesuai sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur'an bahwasannya Tuhan akan memberikan lebih dari apa yang kamu minta jika kamu bersyukur dengan apa yang kamu miliki sekarang. Mungkin di setiap ajaran agama menganjurkan hal yang sama, hal tersebut sama dengan kutipan di dalam Injil Matius
"Siapa yang memiliki akan diberi lebih banyak, dan ia akan memiliki kelimpahan. Siapa yang tidak memiliki, maka bahkan apa yang dimilikinya akan diambil darinya"
Kuncinya adalah mengenai bersyukur. Pada saat usia aku 12 tahun aku memiliki pelajaran pertama dan mempraktekan mengenai bersyukur itu sendiri. Pada saat perayaan hari besar umat Islam, Idul Fitri saudara-saudara mamahku pasti datang ke rumah dan kami akan meminta maaf satu sama lain dan merayakan hari besar bersama-sama dan tidak lupa dengan acara paling pentingnya itu adalah pembagian THR/Tunjangan Hari Raya. Pada saat itu, sebelum mamahku sibuk menjamu tamu yang hadir, beliau hanya berpesan kepada aku dan kakak perempuan yang masih diberikan THR, "nanti kalau dapat berapapun dari saudara-saudara jangan dikeluhkan nominalnya dan dibandingkan pokoknya apapun yang kalian terima itu harus disyukuri, ucapkan alhamdulillah karena kalau mensyukuri Allah itu ngasih lebih dari apa yang kalian minta," itulah hal yang paling aku ingat sampai dengan sekarang. Begitu sederhana pesan beliau namun begitu berarti untuk di kehidupan. Tanpa banyak berdialektika, aku menuruti apa yang dikatakan mamahku pada saat itu ketika sanak saudara berkumpul dan waktunya pembagian THR, yang hanya aku lakukan pada saat menerima amplop yang berisikan selembar sampai dengan beberapa lembar uang yang belum diketahui nominalnya aku mengatakan, “terimakasih om/tante, alhamdulillah eca masih diberikan,”. Ternyata praktek merasa bersyukur dan mengucap bersyukur itu tidak hanya terhenti pada saat perayaan hari raya besar idul fitri namun aku mempraktikannya di kehidupanku dimana ketika aku mendapatkan apapun, bukan hanya materi aku akan selalu merasa bersyukur dan mengucap syukur secara sederhana dengan mengucapkan, “alhamdulillah”. Menajubkannya, ketika merasa bersyukur denga napa yang dimiliki dan mengucapkan rasa syukur yang sesederhana pada saat itu, Tuhan memberikan lebih dari apa yang dimintakan dan tidak ada perasaan yang tidak cukup, tidak dihantui dengan kekurangan dan tidak dituntut oleh hasrat untuk lebih.
Ketika usia bertambah, semakin terkikis rasa bersyukur yang dimiliki. Aku tidak menamfikan ketika aku merasa tidak cukup denga napa yang aku miliki, mungkin ketika kalian membaca tulisan ini kalian akan membandingkan, “ketika kecil itu tidak memiliki tuntutan yang tinggi, tidak punya tanggung jawab dan segala hal yang harus diselesaikan sendiri, misalkan menafkahi keluarga, memberikan Sebagian uang untuk orang tua, membayar tagihan sendiri ataupun membayar biaya kuliah sendiri,” benar memang ketika kita tidak di usia yang sudah dikatakan dewasa dari segi manapun mau dilihat, entah dari Undang-undang Perkawinan, KUHPer, atau perlindungan anak kita tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah, kita tidak perlu memikirkan untuk perencanaan masa depan pernikahan, masa depan anak, memiliki harta benda seperti mobil, tanah, tidak ada fikiran yang mengharuskan kita untuk mengikuti life style di masyarakat agar tetap bisa mendapatkan informasi yang terbaru, namun bukankah di usia yang sudah dikatakan dewasa masih bisa terus belajar dan beradaptasi mengenai suatu hal dan nilai mengenai kehidupan. Kenapa tidak mencoba untuk belajar merasa bersyukur di usia dewasa ini ? kenapa tidak mencoba untuk menaham dan mengkurung perasaan tidak cukup dan meminta lebih ? Sudahkah kita berdialektika dengan diri sendiri mengenai apa yang kita miliki dan letak kurangnya dimana ?
Mungkin aku bukan satu-satunya yang memiliki banyak kemauan, mau punya A, mau punya B, mau punya C sampai dengan Z semisal aku punya gritt/keinginan yang tinggi untuk mendapatkan apa yang aku mau. Misalkan aku sudah memiliki A tapi aku masih mau E lalu setelah mendapat E aku mau Q sampai tidak ada ujungnya karena siklusnya akan terus seperti itu merasa tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Salah satu alasan akhirnya aku tersadar ketika aku membeli buku karya Rhonde Byrnne, The Power, yang mengajarkan untuk bersyukur. Sesimpel itu memang. Tapi hasilnya sedasyat itu. Cara mempraktekannya sangat mudah yaitu dengan cara menuliskan sebanyak 10 (sepuluh) hal mengenai apa yang kita syukuri pada hari itu dan dipraktikan selama 30 (tiga puluh) hari kedepan secara berulang. Ketika dipraktikan secara tidak sadar hal-hal yang aku tuliskan pada saat itu adalah hal-hal yang kecil tanpa kita sadari bahwasannya kita masih memiliki itu, contoh aku masih bisa makan sebanyak 3 kali dengan makanan yang aku mau, aku masih punya tempat tinggal, aku masih bekerja, aku masih memiliki keluarga yang supportive, aku memiliki rekan yang baik, aku masih bisa menyisihkan uang aku untuk keluargaku dan hal-hal kecil lainnya yang sebenarnya kalua kita melihat lagi, “oh ternyata aku masih bisa makan ya, aku masih beruntung masih banyak di luar sana yang harus berjuang,” dan pemikiran itu akan menggeser keinginanku seperti, “aku mau deh makan steak A yang mahal, mewah”. Ketika aku menuliskan hal kecil ada ada suatu penyadaran mengenai apa yang aku miliki, merasa sedikit tertampar dengan keadaan dan mencoba melihat dan mengurangi mengeluh mengenai segala hal yang ada.
Jika berbicara mengenai nafsu, hasrat, ambisi maka tidak akan pernah ada habisnya aku rasa. Aku akan terus mengikuti, mencari sampai aku tidak mensyukuri dengan apa yang aku miliki sekarang. Selain buku The Magic penyentil dan pematik kesadaran diri, ada suatu malam ketika aku menghabiskan waktu sendiri di kamar dan aku bicara dengan diriku sendiri, “kenapa aku masih mencari ya, padahal aku punya ini lho. Kenapa ya aku terus mencari hal yang sesuai dengan nafsu, konstruksi di kepala ku yang indah padahal kalua dibilang aku nyaman dengan hal itu dan aku bisa menjadi diriku tanpa harus mengejar yang ada di kepalaku yang indah”. Aku berhenti dan mencoba untuk menerima dan mensyukuri denga napa yang aku miliki sekarang. Misalkan, aku mencari sosok seseorang yang kriterianya dari A sampai dengan Z yang sebenarnya ketika pada praktiknya aku merasa tidak nyaman dengan seseorang tersebut dan tidak menjadi diriku, namun ada sosok seseorang yang mungkin kurang dari kriteria A sampai dengan Z tapi aku merasa nyaman menjadi diriku sendiri dan tanpa disadari seseorang itu memang yang dicari tapi sudah ada dan dilewatkan karena sibuk dengan pernyataan hanya pernyataan “kurang”.
Mungkin, ada kalanya ketika kita harus berhenti dengan seluruh perlombaan kehidupan yang kita hadapi dan mulai menerima dan mencoba bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. Ketika kita berhenti sebentar mejadi budak hasrat dan nafsu ketika di situ juga kita menyadari bahwa hidup kita lebih dari apa yang dimintakan.
Comments